Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah cekcok dengan penyidik KPK. Politikus PKS itu tak terima penyidik KPK membawa polisi dari Satuan Brimob bersenjata laras panjang ke Gedung DPR.
Saat itu, penyidik KPK ingin menggeledah ruang kerja anggota Fraksi PKS Yuddy Widiana di lantai 3 Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta Pusat, Jumat 15 Januari. Tiba-tiba Fahri menghalangi langkah penyidik KPK sambil marah-marah.
"Saya berkantor di sini, saya tegaskan tidak boleh bawa senjata ke Gedung Parlemen ini," kata Fahri dengan nada tinggi.
"Silakan, Bapak boleh...," kata penyidik KPK H.N. Christian menimpali Fahri.
Belum selesai Christian bicara, Fahri mengatakan, "Jangan silakan dong. Ini rumah tanga kami!"
Menurut Christian, DPR rumah tangga rakyat. Fahri membalas dengan mengatakan penyidik KPK bukan pilihan rakyat. "Saya tahu Bapak dipilih rakyat," jawab Christian.
Saat Fahri adu mulut dengan Christian, muncul anggota Fraksi PKS Nasir Djamil. Christian meminta Fahri dan Nasir tak menyalahkan Brimob. KPK bertanggung jawab penuh bila keberadaan Brimob dipermasalahkan.
Christian pantang mundur meski Fahri ngamuk. Ia mengaku sudah menunjukkan surat tugas ke Biro Hukum DPR dan Mahkamah Kehormatan Dewan. "Jangan menghalangi kerja kami," kata Christian dengan nada yang tak kalah tinggi dari Fahri.
"Kami tidak menghalangi kerja Anda. Siapa yang bilang menghalangi," celetuk Nasir.
Fahri dan Nasir lantas meminta Christian menunjukkan surat penggeledahan. Penyidik KPK menuruti permintaan itu.
Fahri membolak-balik surat tugas KPK. Fahri makin sewot saat mengetahui surat tugas hanya untuk menggeledah ruang kerja anggota Fraksi PDI Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti.
Menurut Fahri, penyidik KPK juga tak bisa menunjukkan surat yang mengizinkan Brimob membawa senjata ke Gedung DPR. Fahri mempertanyakan landasan hukum penyidik KPK menggeledah ruang kerja Yuddy dan membawa Brimob bersenjata.
Christian cuek. Ia mempersilakan bila Fahri dan Nasir ingin memproses hukum masalah ini.
Fahri menyudahi perdebatan dan pergi. "Ini orang tidak mengerti apa-apa," kata Fahri.
Kepada wartawan, Fahri mengaku akan memanggil Kapolri Jenderal Badrodin Haiti dan pimpinan KPK agar bawahannya bekerja sesuai prosedur. Fahri mengaku ingin penyidik yang masuk ke DPR membawa surat tugas yang jelas.
"Harus tertulis. Siapa yang mau digeledah harus jelas. Tidak boleh masuk ke rumah orang mau geledah," tegas Fahri.
Fahri juga akan memanggil Sekjen DPR, Biro Hukum DPR, dan MKD. Ia menilai Sekjen DPR, Biro Hukum DPR, dan MKD, tidak tegas dengan aturan sehingga penyidik KPK bertindak seenaknya di Komplek Parlemen.
Rencana penggeledahan ruang kerja Yuddy Widiana terkait kasus suap kepada Damayanti. Damayanti, anggota Komisi V, ditangkap KPK dalam operasi tangkap tangan, Rabu 13 Januari.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, Damayanti diduga menerima suap terkait proyek jalan di Ambon yang masuk dalam anggaran Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Tersangka lain dalam kasus ini, yakni Julia Prasetyarini alias Uwi dan Dessy A. Edwin diduga penerima suap. Tersangka diduga pemberi suap dari swasta Abdul Khoir.
Damayanti, Uwi, dan Dessy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Abdul Khoir disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 3 UU Tipikor.
Kesalahan KPK Dalam Penggeledahan Ruang Kerja Anggota DPR RI Pada Tanggal 15 Januari 2016
1. Surat tugas penggeledahan menuliskan "atas nama Damayanti Wisnu Putrianti anggota Komisi V dan kawan kawan
2. Dalam surat tugas tidak ada nama lain selain Damayanti Wisnu Putrianti
3. Penyelidik KPK menggeledah ruang kerja Yudi Widiana Adia tanpa izin dan tidak ada surat penggeledahan atas nama Yudi Widiana Adia. Begitu juga dengan nama anggota DPR RI dari Golkar. Nama anggota DPR dari Golkar tersebut tidak ada dalam surat tugas
4.Tanggal surat tugas yang tertera adalah "14 Jakarta 2016" bukan 15 Januari 2016. Kata yang seharusnya "Januari" malah ditulis "Jakarta"
5. Nama penyidik KPK atas nama Cristian yang berdebat melawan Pimpinan DPR tidak ada dalam surat tugas
6. KPK membawa pasukan tempur (brimob) lengkap dengan atribut
tempurnya
7. Dengan membawa pasukan tempur tersebut, KPK telah melanggar UU dan peraturan KPK sendiri
8. Protap tersebut tidak sesuai dengan pasal 47 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang HAM Polri
Catatan:
Pasal 47 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Republik Indonesia
Pasal 47
(1) Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia
(2) Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk:
a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;
b. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;
c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat;
d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang;
e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan
f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah langkah yang lebih lunak tidak cukup.
endonewsia/youtube
0 comments:
Post a Comment