Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Tulus Abadi, meminta pemerintah membatalkan rencana pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung. Menurut dia, ada tujuh alasan Presiden Joko Widodo menghentikan proyek senilai Rp 60-73 triliun.
Pertama, kata Tulus, pembangunan kereta cepat tidak masuk dalam master plan kebijakan transportasi massal. "Proyek ini tidak jelas arah dan tujuannya untuk siapa," kata dia dalam keterangannya, Kamis, 3 September 2015.
Menurut Tulus, lebih baik pemerintah membangun transportasi umum di kota besar seperti memperbarui angkutan umum. Karena, kata dia, merevitalisasi transportasi massal itu lebih baik dibandingkan membangun kereta cepat.
Jika kereta cepat yang diklaim mampu menempuh kecepatan Jakarta-Bandung hanya 36 menit itu jadi dibangun, tutur Tulus, daerah di luar Jawa seperti mendapatkan diskriminasi. "Seharusnya yang dibangun di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera," kata dia. "Atau merevitalisasi kereta api di Jakarta."
Menurut tulus, waktu tempuh 36 menit itu pun bukan hal efisiensi dari sisi kebijakan transportasi. Karena, kata dia, untuk menuju stasiun memerlukan waktu dua jam karena macetnya jalan.
Kelima, kata Tulus, walau biaya pembangunan kereta cepat menggunakan hutang, tetapi pelunasan hutan tersebut bersumber dari Anggatan Pendaptaan dan Belanja Negara. Tulus pun mempertanyakan untuk apa meminjam dana dari luar negeri untuk membangun sesuatu yang tidak ada pentingnya.
Tulus mencurigai pembangunan kereta cepat ini merupakan politik mercusuar dan ingin disebut negara maju. "Padahal negara yang membangun kereta api super cepat sistem transportasi dan angkutan umum sudah beres," katanya.
Terakhir, kata dia, pembangunan kereta itu mempunyai risiko tinggi. "Jika gagal, siapa yang menanggung hutang sebesar itu?" ucap Tulus. (tempo)
Pertama, kata Tulus, pembangunan kereta cepat tidak masuk dalam master plan kebijakan transportasi massal. "Proyek ini tidak jelas arah dan tujuannya untuk siapa," kata dia dalam keterangannya, Kamis, 3 September 2015.
Menurut Tulus, lebih baik pemerintah membangun transportasi umum di kota besar seperti memperbarui angkutan umum. Karena, kata dia, merevitalisasi transportasi massal itu lebih baik dibandingkan membangun kereta cepat.
Jika kereta cepat yang diklaim mampu menempuh kecepatan Jakarta-Bandung hanya 36 menit itu jadi dibangun, tutur Tulus, daerah di luar Jawa seperti mendapatkan diskriminasi. "Seharusnya yang dibangun di Kalimantan, Sulawesi, Sumatera," kata dia. "Atau merevitalisasi kereta api di Jakarta."
Menurut tulus, waktu tempuh 36 menit itu pun bukan hal efisiensi dari sisi kebijakan transportasi. Karena, kata dia, untuk menuju stasiun memerlukan waktu dua jam karena macetnya jalan.
Kelima, kata Tulus, walau biaya pembangunan kereta cepat menggunakan hutang, tetapi pelunasan hutan tersebut bersumber dari Anggatan Pendaptaan dan Belanja Negara. Tulus pun mempertanyakan untuk apa meminjam dana dari luar negeri untuk membangun sesuatu yang tidak ada pentingnya.
Tulus mencurigai pembangunan kereta cepat ini merupakan politik mercusuar dan ingin disebut negara maju. "Padahal negara yang membangun kereta api super cepat sistem transportasi dan angkutan umum sudah beres," katanya.
Terakhir, kata dia, pembangunan kereta itu mempunyai risiko tinggi. "Jika gagal, siapa yang menanggung hutang sebesar itu?" ucap Tulus. (tempo)
0 comments:
Post a Comment