Konflik antara ojek pangkalan dean moda transportasi berbasis aplikasi, Go-Jek, terus terjadi. Bahkan, perselisihan terkadang menimbulkan penganiayaan fisik seperti yang pernah terjadi di Jakarta, Bekasi, dan Depok.
Tapi ternyata tidak semua tukang ojek pangkalan menolak kehadiran Go-Jek. Contohnya di pangkalan ojek Jembatan Opat yang berlokasi di Kelurahan Kebon Gedang, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat.
Dari pantauan Tempo, di bawah atap pangkalan ojek yang berada tidak jauh dari Stasiun Kiaracondong ini terpampang spanduk berlambang Go-Jek. Spanduk ini dipasang berdampingan dengan spanduk bertuliskan 'Pangkalan Ojeg (Zamov) Jalur Bebas'.
Ternyata, puluhan tukang ojek yang kerap mangkal di tempat ini bukan hanya menerima keberadaan Go-Jek. Mereka bahkan duduk dan nongkrong di bawah satu atap yang sama.
"Ah, bebas saja di sini mah. Tidak ada masalah," kata Setia Hermawan, 41 tahun, pengemudi ojek yang setiap hari mangkal di pangkalan ojek Jembatan Opat, saat ditemui Tempo, Rabu, 2 September 2015.
Setia menuturkan, para sopir Go-Jek yang sering nongkrong di pangkalan ojek Jembatan Opat ini dulunya adalah rekan seprofesi. Itulah sebabnya para sopir ojek di Jembatan Opat tidak mempermasalahkan Go-Jek masuk ke wilayah mereka.
"Kalau siang biasanya kan mereka (Go-Jek) banyak narik di luar. Pangkalan jadinya kosong. Nah, kita (ojek pangkalan) yang ngisi," tuturnya.
Setia sebenarnya ingin mengikuti jejak rekan-rekannya bergabung dengan Go-Jek. Dia tergiur dengan jumlah penghasilan yang cukup besar per bulan untuk ukuran pengemudi ojek. Namun apa daya, keterbatasan fisik yang tidak memungkinkan dirinya untuk berkendara terlalu jauh membuatnya mengurungkan niat bergabung dengan Go-Jek.
"Kondisi saya memang kelihatannya seperti sehat, tapi sebenarnya lemah. Go-Jek kan bisa menempuh jarak jauh dan harus siap tempur. Tapi alhamdulillah walaupun tidak ikut Go-Jek sehari saya bisa dapat Rp 100 ribu," ujarnya tanpa menyebutkan penyakit yang dideritanya.
Pengemudi ojek lainnya, Kurnia, mengatakan, pengemudi ojek di pangkalan Jembatan Opat tidak boleh ada yang melarang Go-Jek masuk. Menurut pria yang sudah berusia 60 tahun ini, pengguna jasa Go-Jek berbeda dengan konsumen ojek pangkalan.
"Rezeki itu sudah ada yang ngatur, jadi tidak ada masalah," tuturnya.
Laki-laki berbadan tegap ini ternyata sudah bergabung dengan Go-Jek. Lucunya, di sela-sela wawancara, Kurnia sempat pamit untuk mengantarkan penumpang tanpa booking melalui aplikasi. Atau dengan kata lain, Kurnia saat itu menjadi ojek pangkalan.
"Kalau di Antapani mah dilarang masuk kang," ujarnya, sambil berlalu memacu sepeda motornya. (tempo)
Tapi ternyata tidak semua tukang ojek pangkalan menolak kehadiran Go-Jek. Contohnya di pangkalan ojek Jembatan Opat yang berlokasi di Kelurahan Kebon Gedang, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung, Jawa Barat.
Dari pantauan Tempo, di bawah atap pangkalan ojek yang berada tidak jauh dari Stasiun Kiaracondong ini terpampang spanduk berlambang Go-Jek. Spanduk ini dipasang berdampingan dengan spanduk bertuliskan 'Pangkalan Ojeg (Zamov) Jalur Bebas'.
Ternyata, puluhan tukang ojek yang kerap mangkal di tempat ini bukan hanya menerima keberadaan Go-Jek. Mereka bahkan duduk dan nongkrong di bawah satu atap yang sama.
"Ah, bebas saja di sini mah. Tidak ada masalah," kata Setia Hermawan, 41 tahun, pengemudi ojek yang setiap hari mangkal di pangkalan ojek Jembatan Opat, saat ditemui Tempo, Rabu, 2 September 2015.
Setia menuturkan, para sopir Go-Jek yang sering nongkrong di pangkalan ojek Jembatan Opat ini dulunya adalah rekan seprofesi. Itulah sebabnya para sopir ojek di Jembatan Opat tidak mempermasalahkan Go-Jek masuk ke wilayah mereka.
"Kalau siang biasanya kan mereka (Go-Jek) banyak narik di luar. Pangkalan jadinya kosong. Nah, kita (ojek pangkalan) yang ngisi," tuturnya.
Setia sebenarnya ingin mengikuti jejak rekan-rekannya bergabung dengan Go-Jek. Dia tergiur dengan jumlah penghasilan yang cukup besar per bulan untuk ukuran pengemudi ojek. Namun apa daya, keterbatasan fisik yang tidak memungkinkan dirinya untuk berkendara terlalu jauh membuatnya mengurungkan niat bergabung dengan Go-Jek.
"Kondisi saya memang kelihatannya seperti sehat, tapi sebenarnya lemah. Go-Jek kan bisa menempuh jarak jauh dan harus siap tempur. Tapi alhamdulillah walaupun tidak ikut Go-Jek sehari saya bisa dapat Rp 100 ribu," ujarnya tanpa menyebutkan penyakit yang dideritanya.
Pengemudi ojek lainnya, Kurnia, mengatakan, pengemudi ojek di pangkalan Jembatan Opat tidak boleh ada yang melarang Go-Jek masuk. Menurut pria yang sudah berusia 60 tahun ini, pengguna jasa Go-Jek berbeda dengan konsumen ojek pangkalan.
"Rezeki itu sudah ada yang ngatur, jadi tidak ada masalah," tuturnya.
Laki-laki berbadan tegap ini ternyata sudah bergabung dengan Go-Jek. Lucunya, di sela-sela wawancara, Kurnia sempat pamit untuk mengantarkan penumpang tanpa booking melalui aplikasi. Atau dengan kata lain, Kurnia saat itu menjadi ojek pangkalan.
"Kalau di Antapani mah dilarang masuk kang," ujarnya, sambil berlalu memacu sepeda motornya. (tempo)
0 comments:
Post a Comment