728x90 AdSpace

  • Latest News

    Friday, September 11, 2015

    Fiqhul Jama’at wal Harakat

    Hasan Al Banna
    Oleh: Ahmad Mudzoffar Jufri, MA   

    Yang dimaksud dengan fiqhul jama’at wal harakat disini adalah bagaimana memahami dan menyikapi fenomena keragaman gerakan dakwah kontemporer. Keragaman yang dimaksudkan disini adalah keragaman gerakan dan harakah dakwah yang secara umum dan global masih termasuk dalam bingkai, kerangka dan konteks manhaj Ahlussunnah Waljama’ah, dimana perbedaan yang terjadi secara umum merupakan perbedaan keragaman (ikhtilafut tanawwu’) dalam masalah-masalah furu’ yang masih ditolerir, seperti keragaman madzhab-madzhab fiqih dahulu dan sekarang. Dan bukan yang termasuk perselisihan perpecahan (ikhtilafut tafarruq) dalam masalah-masalah ushul (prinsip) yang wajib ditolak dan sudah tidak ditolerir, seperti perselisihan firqah-firqah sesat yang muncul di dalam sejarah ummat Islam, semisal Khawarij, Syi’ah, Mu’tazilah dan lain-lain.

    Di antara bentuk-bentuk perbedaan antar jamaah dan harakah dakwah itu, adalah perbedaan dan perselisihan dalam hal ittijah (orientasi) bidang garap dakwah yang dipilih oleh masing-masing jamaah atau gerakan, sesuai dengan ijtihad, tingkat dan corak pemahaman masing-masing, begitu juga dipengaruhi oleh potensi dan kemampuan yang dimiliki, disamping karena faktor-faktor lain pula.

    Dan berdasarkan analisa, pengamatan serta penilaian terhadap realita dan perjalanan dakwah pergerakan, kita bisa mengelompokkan berbagai gerakan dakwah kontemporer berdasarkan orientasi (ittijah) utamanya yang berbeda-beda, antara lain sebagai berikut :
    • Gerakan dakwah dengan orientasi utama salafiyah (baca: orientasi ilmu syar’i dan ”madzhab fiqih”) dengan beragam kelompok dan bemacam-macam ”garis”nya.
    • Gerakan dakwah dengan orientasi utama dakwah dan tabligh (dengan ciri-ciri umum: tradisional, konvensional, sangat sederhana, dakwah ”langkah pertama”, dakwah keliling (baca: khuruj) dan lain-lain).
    • Gerakan dakwah dengan orientasi utama tasawuf (seperti penekanan pada materi-materi tazkiyatun-nafs, tahdzibul-akhlaq, dzikir, dan lain-lain.
    • Gerakan dakwah dengan orientasi utama politik, baik yang bersifat ideologis teoritis (dengan issue sentral menebarkan fikrah dan tsaqafah(pemahaman dan wawasan) tentang sistem politik Islam, sistem imamah Islam, atau sistem khilafah Islam, sebagai solusi total bagi problematika ummat, dan lai-lain), ataupun yang bersifat realistis-praksis (dengan terjun langsung secara riil dalam dinamika potitik praktis yang sedang berlangsung, dengan membentuk partai, mengikuti pemilu, ber-musyarakah siyasiyah di dalam lembaga-lembaga negara, dan lain-lain).
    • Gerakan dakwah dengan orientasi utama jihad qitali (perang fisik dengan senjata melawan dan menghadapi kaum kuffar).
    • Gerakan dakwah dengan orientasi utama menjalankan kewajiban amr bil ma’ruf dan nahi ’anil munkar, khususnya dengan aksi dan tindakan nyata (bil yad).
    • Gerakan dakwah dengan orientasi utama amal sosial (’amal khairi/charity)
    • Gerakan dakwah dengan orientasi utama kajian ilmiah (misalnya melalui forum-forum kajian, ilmiah, diskusi, polemik, penulisan buku, dan lain-lain).
    • Gerakan dakwah dengan orientasi utama tarbiyah (pembinaan dan pengkaderan)
    • Gerakan dakwah dengan orientasi syumuliyah (komprehensivitas)
    • Dan lain-lain.
    Berbagai orientasi utama tersebut kemudian mempengaruhi skala prioritas dan spesialiasi bidang garap masing-masing gerakan, yang menjadikan satu gerakan berbeda dengan gerakan yang lainnya.

    Perbedaan dan keragaman dalam tabiat serta sifat manhaj (sistem) dakwah yang dipilih oleh masing-masing jamaah atau harakah, sesuai dengan ijtihad dan pemahaman mereka, dan juga berdasarkan kesadaran serta pengetahuan masing-masing tentang tingkat dan bentuk kebutuhan masyarakat yang menjadi obyek dan sasaran dakwah, yang antara lain tentu akan menimbulkan perbedaan dan perselisihan dalam menentukan skala prioritas, dan lain-lain.

    Dan di antara corak yang mewarnai keragaman gerakan dakwah itu adalah, perbedaan dan perselisihan mereka dalam memilih dan menentukan metode serta sarana dakwah, juga berdasarkan corak pemahaman, kecenderungan, dan ijtihad masing-masing, disamping realita yang dihadapi.

    Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Keragaman
    1. Faktor penyebab pertama dan utama adalah hilang dan tidak adanya Jama’atul Muslimin dalam konteks politik, yang terwujud dalam berhimpunnya seluruh ummat Islam dibawah satu payung pemersatu, yakni sistem imamah islamiyah.
    2. Faktor-faktor penyebab yang terkait dengan kapasitas ilmu dan corak pemahaman: misalnya antara tekstual dan kontekstual, antara yang universal dan parsial, antara wawasan yang luas dan yang sempit, antara yang teoritis dan praktis, antara yang berorientasi memadukan (taufiqi) dan yang berorientasi mentarjih (tarjihi), antara yang ”fiqih dan hukum minded” dan yang ”dakwah dan tarbiyah minded”, antara orientasi berpegang pada As-Sunnah dan orientasi menjaga Al-Jama’ah, dan lain-lain.
    3. Faktor-faktor yang terkait dengan luasnya cakupan ajaran Islam yang memang syamil, universal dan komprehensif, dan juga kayanya sejarah panjang ummat Islam dengan beragam pengalaman, ijtihad dan contoh praktik dalam amal dan dakwah, dari generasi ke gerasi. Dimana semua itu  tentu sangat potensial menjadi salah satu faktor penyebab utama perbedaan dan perselisihan bagi generasi-generasi berikutnya, yang berijtihad untuk memahami, mengikuti dan mencontoh generasi sebelumnya, khususnya generasi as-salaf ash-shalih.
    4. Faktor-faktor penyebab yang terkait  dengan fiqhul muwazanat (fiqih menimbang dan membandingkan antara berbagai pilihan, alternatif dan opsi), dan fiqhul aulawiyyat (fiqih dalam menentukan skala prioritas).
    5. Faktor-faktor yang terkait dengan realita (fiqhul waqi’), yang meliputi pemahaman, penilaian, penyikapan, dan upaya meng-’ilaj-nya.
    6. Faktor-faktor penyebab yang terkait dengan kadar kemampuan, potensi dan spesialisasi yang dimiliki, dari aspek kuat dan lemahnya, serta banyak dan sedikitnya, disamping kualitasnya.
    7. Faktor-faktor yang terkait dengan kecenderungan dan selera (muyul) yang juga berbeda-beda, antara satu dan yang lainnya.

    Dasar dan Landasan Penyikapan
    1. Ilmu dan pemahaman yang benar dan syamil: 1) tentang ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta sesuai dengan manhaj bakuAs-Salaf Ash-Shalih, dan 2) tentang macam-macam ittijah, orientasi dan metode dakwah yang melatar belakangi munculnya keragaman jamaah dan harakah.
    2. Ikhlas, obyektif dan bebas dari pengaruh hawa nafsu.
    3. Meyakini kewajiban berdakwah dan keniscayaan ber-‘amal jama’i
    4. Memiliki kontribusi riil dalam aktivitas dakwah dengan bergabung ke salah satu jamaah atau organisasi dakwah yang ada, atau bersikap netral secara positif dan proporsional terhadap seluruh jamaah dan organisasi dakwah itu.
    5. Memiliki komitmen moral dan akhlaq yang memadai, khususnya akhlaq-akhlaq yang menjadi dasar dalam ber-ta’amul ma’al akharin(interaksi dengan orang dan kelompok lain), seperti kelapangan dada, samahatun nafs (mudah dan murah hati), tasamuh (toleransi), tafahum(saling memahami), ta’adzur (saling memaklumi dan memaafkan), santun, ihtiram (mengormati), adil, dan lain-lain.
    6. Berkomitmen dengan prinsip tawassuth (moderat) dan tawazun (proporsional), serta mejauhkan diri dari sifat ghulu (berlebih-lebihan),tasyaddud (keras) dan tatharruf (ekstrem) di satu sisi, serta dari orientasi tasahul (menggampangkan) dan  tarakhkhush (memilih-milih yang serba ringan) di sisi yang lain. Baik itu di dalam pemahaman, pengamalan, dakwah maupun sikap.
    7. Fiqhul ikhtilaf: Pemahaman dan penyikapan yang benar dan proporsional terhadap dua macam perbedaan dan perselisihan: 1) perbedaan keragaman (ikhtilafut tanawwu’) yang ditolerir, dan 2) perbedaan perpecahan (ikhtilafut tafarruq) yang tidak ditolerir.
    8. Fiqhul waqi’ (fiqih realitas) yang meliputi antara lain: 1) realita hilangnya payung pemersatu ummat: sistem imamah islami, 2) realita banyak, besar dan beragamnya kewajiban serta tantangan dakwah, 3) realita minim dan terbatasnya SDM serta potensi yang dimiliki, 4) antara waqi’ dakhili (realita internal) dan waqi’ khariji (realita eksternal).
    9. Komitmen pada prinsip-prinsip ukhuwah islamiyah (QS. Al-Hujuraat [49]: 10).
    10. Wala’ dan bara’ dalam perselisihan masalah ushul (prinsip) dan bukan dalam perbedaan masalah furu’ (cabang, non prinsip).
    11. Ada dan tepeliharanya semangat “Fastabiqul khairaat” secara benar dan proporsional (lihat QS. Al-Baqarah [2]: 148, dan Al-Ma-idah [5]: 48).
    12. Memahami perbedaan dan perselisihan sebagai bagian dari sunnatullah, dan merupakan fenomena klasik yang sudah terjadi sejak masa generasi salaf, dan selalu terjadi sepanjang sejarah ummat Islam.
    13. Memahami dan meng-isti’abi hakekat keragaman yang terjadi dan faktor-faktor penyebabnya, secara benar dan proporsional.

    Kaidah-Kaidah Dasar Penyikapan Terhadap Fenomena Keragaman Harakah
    1. Mengakui fenomena keragaman gerakan dakwah sebagai bagian dari fenomena alami dan konsekuensi logis dari realita yang tidak terpungkiri, yang menuntut sikap pengakuan dan sekaligus penghormatan global terhadap semua jamaah dan gerakan yang secara umum termasuk dalam bingkai dan konteks manhaj Ahlussunnah wal jama’ah.
    2. Memahami, meyakini dan menyikapi setiap jamaah di antara jamaah-jamaah dakwah yang ada saat ini, seberapapun besarnya, hanya sebagai sebuah jama’atun minal muslimin, dan bukan Jama’atul Muslimin.
    3. Menilai dan menyikapi setiap gerakan dengan memperhatikan aspek-aspek kelebihan, keunggulan dan kepositifannya, disamping aspek-aspek kekurangan, kesalahan dan kenegatifannya, secara adil, seimbang dan proporsional.
    4. Menilai dan menyikapi jamaah lain berdasarkan manhaj baku dan resminya, dan bukan berdasarkan hal-hal yang ada dan bersunber dari individu-individu di dalam jamaah tersebut, yang belum tentu merepresentasikan manhaj resminya.
    5. Menyikapi kesalahan pribadi dan jamaah sendiri dengan semangat muhasabah dzatiyah (introspeksi diri), dan menyikapi kesalahan orang lain serta jamaah lain dengan semangat husnudzdzan (baik sangka) dan tasamuh (toleransi).
    6. Kaidah dasar penyikapan terhadap jamaah dan gerakan lain adalah: Sikapi dan perlakukanlah jamaah dan harakah lain sebagaimana engkau ingin jamaah dan harakah-mu disikapi dan diperlakukan. Dan janganlah engkau menyikapi dan memperlakukan jamaah dan harakah lain dengan sikap dan perlakuan yang tidak engkau inginkan bagi jamaah dan harakah-mu sendiri.
    7. Sikap minimal terhadap jamaah dan harakah lain, namun mungkin sudah ideal untuk saat ini adalah: Sisakanlah pengakuan, husnudzdzandan kadar toleransi tertentu bagi kelompok, organisasi, jamaah, gerakan atau harakah dakwah lain!
    8. Menfokuskan perhatian pada jamaah dan harakah sendiri dalam rangka muhasabah, introspeksi diri dan autokritik, dan di sisi lain meminimalkan atau bahkan memalingkan perhatian dari kelompok, organisasi, jamaah, gerakan atau harakah dakwah lain, kecuali dalam konteks yang benar-benar positif dan konstruktif.
    9. Menfokuskan perhatian pada pembuktian amal nyata dengan menerapkan manhaj, program dan agenda dakwah yang telah dicanangkan dalam jamaah yang diikuti (wallahu a’lam jika manhaj, program atau agenda dakwah yang telah dicanangkan itu justru yang bermasalah!), untuk menunjukkan dan membuktikan sebagai jamaah dan harakah terbaik! (lihat QS. At-Taubah [9]: 105).
    10. Menasehati jamaah atau harakah lain dengan benar, baik, jujur dan adil, atau jika tidak, maka lebih baik diam dan mendiamkan (lihat hadits muttafaq ‘alaih: Man kaana yu’minu billahi wal yaumil aakhir, falyaqul khairan au liyashmut…)
    11. Menghindarkan diri dari perang syubhat antar jamaah dan harakah, serta tidak terprovokasi untuk mengikuti pola dakwah menyerang dan menghujat kelompok-kelompok lain
    12. Memposisikan diri sebagai juru dakwah yang menyeru, membimbing dan menjadi problem solver, dan bukan sebagai hakim yang memvonis, menghakimi dan menjadi problem maker.
    13. Berorientasi menyatukan dan bukan memecah belah, mendekatkan dan bukan menjauhkan, menyemangati dan bukan membuat lari, memberikan solusi dan bukan menambah masalah.
    • Visitor Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Fiqhul Jama’at wal Harakat Rating: 5 Reviewed By: Apri
    Scroll to Top