Tindakan berlebihan yang dilakukan oleh Densus 88 dalam menangkapi para aktivis Islam tidak hanya masalah penyiksaan dan kasar dalam penangkapan namun dalam penggledahan pun juga demikian.
Kejadian tersebut berlangsung saat menggledah rumah Ibadurrahman di daerah Semanggi RT 6 RW 4 aktivis masjid yang ditangkap Densus 88 pada hari Rabu (12/8) kemarin.
Darsono ayah dari Ibadurrahman menceritakan kronologi kepada reporter panjimas.com dilapangan.
“Saya saat itu sedang di teras rumah membersihan. Tiba-tiba ada puluhan polisi (Densus 88) yang langsung menyelonong masuk ke rumah. Saya pun lansung berteriak untuk mengusir” ujarnya Kamis siang (13/8).
Awalnya saat Darsono mengusir tangan kanannya membawa obeng yang tak sengaja diacungkan karena digunakan untuk membersihkan. Melihat reaksi itu beberapa Densus 88 yang bersenjata lengkap langsung mundur ketakutan. Padahal Darsono tidak berniat melakukan apapun.
Melihat Darsono tidak melakukan perlawanan. Densus 88 langsung meringsek ke dalam rumah dan mengobrak-abrik kamar. Namun ternyata pencarian Densus 88 tak membuahkan hasil sebab didalam kamar tersebut tidak terdapat barang-barang yang mencurigakan.
Merasa pekerjaannya tak berhasil akhirnya Densus 88 pun mencoba mengambil serbuk putih yang dibungkus plastik. Padahal serbuk putih itu sebenernya adalah susu bubuk.
“Saya pun juga tidak terima kalau bungkusan susu bubuk itu diambil dan nanti dikatakan sebagai bahan bom. Lha susu bubuk itu setiap hari saya gunakan untuk membuat adonan kue onde-onde” tambahnya.
Dalam keseharinya keluarga Darsono setiap harinya memang dikenal membuat kue onde-onde yang dijual dibeberapa tempat.
Keberanian Darsono terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Densus 88 patut diacungi jempol.
“Saya tidak takut, silahkan tembak saya. Kalau pun meninggal Insya Allah saya meninggal syahid” ujar sang istri.
Keluarga Darsono juga menyesalkan atas arogansi aparat Densus 88. Sorang penegak hukum namun mengapa malah melanggar hukum itu sendiri.
“Saya meminta surat penggledahan juga tidak diberikan. Bahkan penangkapan anak saya kemarin sampai sekarang surat penangkapan juga diberikan kepada kami selaku orang tua. Inilah hukum rimba mereka (Densus 88) atas nama Undang-Undang namun melanggar sendiri”
Selain akan mengambil susu bubuk putih yang akan dijadikan sebagai barang bukti, Densus 88 juga mengambil sebuah bendera hitam yang ternyata adalah bendera TPA (Taman Pendidian Al quran) milik Masjid Muhajirin yang tak jauh dari rumahnya.
Gagal dalam mencari barang bukti dirumah rombongan Densus 88 pun lantas menghubungi petugas RT dan RW setempat untuk menyaksikan penggledahan namun ternyata tidak ada yang mau.
Rombongan Densus 88 pun lantas meninggalkan rumah tersebut namun ada kejadian memalukan saat Densus 88 melewati rumah tersebut seperti anak kecil mereka mengejek Darsono beserta istri. Ulah memalukan itulah yang membuat sebagian besar rekan-rekan media sampai geleng-geleng kepala.
Sumber: panjimas
Kejadian tersebut berlangsung saat menggledah rumah Ibadurrahman di daerah Semanggi RT 6 RW 4 aktivis masjid yang ditangkap Densus 88 pada hari Rabu (12/8) kemarin.
Darsono ayah dari Ibadurrahman menceritakan kronologi kepada reporter panjimas.com dilapangan.
“Saya saat itu sedang di teras rumah membersihan. Tiba-tiba ada puluhan polisi (Densus 88) yang langsung menyelonong masuk ke rumah. Saya pun lansung berteriak untuk mengusir” ujarnya Kamis siang (13/8).
Awalnya saat Darsono mengusir tangan kanannya membawa obeng yang tak sengaja diacungkan karena digunakan untuk membersihkan. Melihat reaksi itu beberapa Densus 88 yang bersenjata lengkap langsung mundur ketakutan. Padahal Darsono tidak berniat melakukan apapun.
Melihat Darsono tidak melakukan perlawanan. Densus 88 langsung meringsek ke dalam rumah dan mengobrak-abrik kamar. Namun ternyata pencarian Densus 88 tak membuahkan hasil sebab didalam kamar tersebut tidak terdapat barang-barang yang mencurigakan.
Merasa pekerjaannya tak berhasil akhirnya Densus 88 pun mencoba mengambil serbuk putih yang dibungkus plastik. Padahal serbuk putih itu sebenernya adalah susu bubuk.
“Saya pun juga tidak terima kalau bungkusan susu bubuk itu diambil dan nanti dikatakan sebagai bahan bom. Lha susu bubuk itu setiap hari saya gunakan untuk membuat adonan kue onde-onde” tambahnya.
Dalam keseharinya keluarga Darsono setiap harinya memang dikenal membuat kue onde-onde yang dijual dibeberapa tempat.
Keberanian Darsono terhadap pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Densus 88 patut diacungi jempol.
“Saya tidak takut, silahkan tembak saya. Kalau pun meninggal Insya Allah saya meninggal syahid” ujar sang istri.
Keluarga Darsono juga menyesalkan atas arogansi aparat Densus 88. Sorang penegak hukum namun mengapa malah melanggar hukum itu sendiri.
“Saya meminta surat penggledahan juga tidak diberikan. Bahkan penangkapan anak saya kemarin sampai sekarang surat penangkapan juga diberikan kepada kami selaku orang tua. Inilah hukum rimba mereka (Densus 88) atas nama Undang-Undang namun melanggar sendiri”
Selain akan mengambil susu bubuk putih yang akan dijadikan sebagai barang bukti, Densus 88 juga mengambil sebuah bendera hitam yang ternyata adalah bendera TPA (Taman Pendidian Al quran) milik Masjid Muhajirin yang tak jauh dari rumahnya.
Gagal dalam mencari barang bukti dirumah rombongan Densus 88 pun lantas menghubungi petugas RT dan RW setempat untuk menyaksikan penggledahan namun ternyata tidak ada yang mau.
Rombongan Densus 88 pun lantas meninggalkan rumah tersebut namun ada kejadian memalukan saat Densus 88 melewati rumah tersebut seperti anak kecil mereka mengejek Darsono beserta istri. Ulah memalukan itulah yang membuat sebagian besar rekan-rekan media sampai geleng-geleng kepala.
Sumber: panjimas
0 comments:
Post a Comment