Genggaman tangan Dede Tri (35) tak lepas dari ponsel pintarnya. Beberapa kali pandangannya selalu tertunduk melihat layar ponsel. Setiap kali ada bunyi notifikasi, jemarinya langsung gesit memencet tombol "Accept" sebagai tanda menerima order.
Bapak dua anak ini baru empat bulan menjadi pengemudi Go-Jek. Sebelum masuk ke Go-Jek, dia bekerja sebagai marbut dan berjualan makanan ringan. Penghasilannya pun kurang dari Rp 3 juta. Kini, pria asal Cikutra, Kota Bandung, tersebut mampu meraup untung sekitar Rp 10 juta setiap bulan.
"Dulu saya terlilit utang, kerja pontang-panting, tapi enggak tertutup juga. Sekarang utang saya perlahan mulai menyusut, Go-Jek menyelamatkan kehidupan keluarga saya," kata Dede saat berbincang di sebuah warung kopi di kawasan utara Kota Bandung, Kamis (13/8/2015).
Dede masuk ke Go-Jek bermula saat dia diajak oleh salah seorang rekannya yang sudah menjadi supervisor PT Go-Jek cabang Bandung. Dede yang saat itu tengah kelimpungan mencari tambahan penghasilan, tanpa berpikir panjang, langsung menerima tawaran tersebut.
"Saya sampai shalat tahajud dan shalat duha ingin punya penghasilan Rp 10 juta, buat sekolah anak dan bayar utang. Alhamdulillah, sekarang terkabul," ungkap pria berkacamata tersebut.
Senyum Dede kini terus merekah. Betapa tidak, setiap hari Dede mampu menyetor kepada istrinya sebesar Rp 300.000.
"Dulu Rp 300.000 itu seminggu, sekarang bisa sehari. Istri senyum-senyum aja sekarang mah. Bayar iuran sekolah dulu selalu nunggak, kadang sampai tiga bulan, sekarang bayar langsung tiga bulan," ucap Dede penuh bangga.
Terlepas dari banyaknya pertentangan, Dede menilai keberadaan Go-Jek banyak membantu perekonomian masyarakat. Dia menyebutkan, beberapa rekannya pun turut terbantu dengan ekspansi yang dilakukan PT Go-Jek di Kota Bandung.
"Dulu kan adanya di Jakarta, di Bandung baru awal tahun. Sangat membantu ekonomi warga seperti saya. Persyaratannya juga enggak ribet, tinggal kemauannya saja," tuturnya.
Tak jauh berbeda dari daerah lain, keberadaan Go-Jek di Kota Bandung kerap ditentang sejumlah pengojek konvensional. Intimidasi kerap diterima para pengemudi Go-Jek. Sebab itu, para pengemudi Go-Jek di Bandung jarang yang menggunakan atribut jaket dan helm berwarna hijau.
"Mayoritas tidak pakai atribut, karena takut ada intimidasi. Padahal, kita pengin banget pakai jaket itu, kelihatannya gagah. Tapi, ya mau bagaimana lagi, kita juga mesti menghargai tukang ojek pangkalan. Kita saling menghargai sajalah," katanya. (kompas)
Bapak dua anak ini baru empat bulan menjadi pengemudi Go-Jek. Sebelum masuk ke Go-Jek, dia bekerja sebagai marbut dan berjualan makanan ringan. Penghasilannya pun kurang dari Rp 3 juta. Kini, pria asal Cikutra, Kota Bandung, tersebut mampu meraup untung sekitar Rp 10 juta setiap bulan.
"Dulu saya terlilit utang, kerja pontang-panting, tapi enggak tertutup juga. Sekarang utang saya perlahan mulai menyusut, Go-Jek menyelamatkan kehidupan keluarga saya," kata Dede saat berbincang di sebuah warung kopi di kawasan utara Kota Bandung, Kamis (13/8/2015).
Dede masuk ke Go-Jek bermula saat dia diajak oleh salah seorang rekannya yang sudah menjadi supervisor PT Go-Jek cabang Bandung. Dede yang saat itu tengah kelimpungan mencari tambahan penghasilan, tanpa berpikir panjang, langsung menerima tawaran tersebut.
"Saya sampai shalat tahajud dan shalat duha ingin punya penghasilan Rp 10 juta, buat sekolah anak dan bayar utang. Alhamdulillah, sekarang terkabul," ungkap pria berkacamata tersebut.
Senyum Dede kini terus merekah. Betapa tidak, setiap hari Dede mampu menyetor kepada istrinya sebesar Rp 300.000.
"Dulu Rp 300.000 itu seminggu, sekarang bisa sehari. Istri senyum-senyum aja sekarang mah. Bayar iuran sekolah dulu selalu nunggak, kadang sampai tiga bulan, sekarang bayar langsung tiga bulan," ucap Dede penuh bangga.
Terlepas dari banyaknya pertentangan, Dede menilai keberadaan Go-Jek banyak membantu perekonomian masyarakat. Dia menyebutkan, beberapa rekannya pun turut terbantu dengan ekspansi yang dilakukan PT Go-Jek di Kota Bandung.
"Dulu kan adanya di Jakarta, di Bandung baru awal tahun. Sangat membantu ekonomi warga seperti saya. Persyaratannya juga enggak ribet, tinggal kemauannya saja," tuturnya.
Tak jauh berbeda dari daerah lain, keberadaan Go-Jek di Kota Bandung kerap ditentang sejumlah pengojek konvensional. Intimidasi kerap diterima para pengemudi Go-Jek. Sebab itu, para pengemudi Go-Jek di Bandung jarang yang menggunakan atribut jaket dan helm berwarna hijau.
"Mayoritas tidak pakai atribut, karena takut ada intimidasi. Padahal, kita pengin banget pakai jaket itu, kelihatannya gagah. Tapi, ya mau bagaimana lagi, kita juga mesti menghargai tukang ojek pangkalan. Kita saling menghargai sajalah," katanya. (kompas)
0 comments:
Post a Comment