Oleh Azzam Mujahid Izzulhaq
Apakah mereka ingin mengubah keyakinan umat Islam? Bukan. Sepanjang yg saya tahu mereka 'tidak tertarik' dengan itu. Menjadikan umat Islam berubah keyakinan dan kemudian memeluk agama mereka, bagi mereka bukanlah prestasi yg luar biasa.
Lagian pula, mereka tahu bahwa tidak mudah untuk berpindah agama.
Lalu untuk apa?
Pertama, adalah masalah eksistensi. Apa yg (oknum) mereka lakukan adalah masalah eksistensi. Sebagai warga minoritas yg hidup di negara yg berpenduduk muslim terbanyak di dunia, mereka butuh perhatian publik bahkan dunia bahwa mereka itu ada dan tidak diam saja.
Crusade war tetap berlanjut. Walau dengan cara yg berbeda.
Kedua, dan ini INTI-nya, adalah menguji (test case) seberapa besar efek dari 'perang pemikiran' yg telah gencar mereka lakukan pasca kekalahan mereka di Crusade War 'terakhir' pada tahun 1254.
Seperti yg kita ketahui bahwa, pasca kekalahan mereka pada Crusade War 'terakhir' yg dipimpin oleh Louis IX, mereka sadar bahwa memerangi umat Islam dengan cara peperangan langsung adalah sebuah hal yg mustahil. Melakukannya sama saja dengan bunuh diri.
Maka Louis IX saat itu mencanangkan strategi perang baru yg dinamai 'Perang Pemikiran'.
"Misi utama kita bukan menghancurkan kaum muslimin lalu mengeluarkan mereka dari agama Islam dan berpindah ke agama kita. Misi utama kita adalah melahirlan generasi baru yg jauh dari nilai-nilai Islam (Al Quran dan Sunnah). Generasi yg tidak mempunyai keterikatan dengan Allah. Generasi yg tidak mempunyai keterikatan moral. Generasi yg tunduk kepada kita. Generasi yg malas dan hanya mengejar hawa nafsunya" (Semuel Zweimer, 1936).
"Percuma kita memerangi umat Islam. Kita selamanya tidak akan pernah mampu menguasai mereka sepanjang di dada pemuda dan pemudi masih ada Al Quran. Tugas utama kita adalah mencabut Al Quran dari hati mereka. Baru kita akan menang dan menguasai mereka.
Minuman keras dan musik lebih menghancurkan umat Muhammad daripada seribu meriam. Oleh karena itu, tanamkan kepada hati mereka rasa cinta terhadap materi dan ketakutan atas mati..." (Gleed Stones, Mantan PM Inggris)
Nah, setelah era 'menuai' infiltrasi pemikiran yg mulai dilakukan ratusan tahun lalu, menumbuh kembangkan 'kepercayaan' baru (liberalisme, sekularisme, sll). Saat ini adalah saat 'memanen'.
Dulu mereka tiarap. Menjalankan misinya secara sembunyi-sembunyi. Sekarang mereka sudah berani menampakkan diri.
Ya. Saat puncak-puncaknya umat Islam mengalami kelemahan di sana sini, dan terlena dengan bergelimangnya materi duniawi.
Maka, jangan kaget dengan penguasaan media, informasi, teknologi, hingga bidang politik dan ekonomi dijalankan secara masif.
Citra Islam dikerdilkan dengan teroris, tukang kawin, anti HAM, dll. Sementara mereka berlindung di balik topeng pahlawan HAM, emansipasi, toleransi, dll.
Satu-satunya cara adalah kita bangun dari tidur pulas kita. Kita sadar dari keterlenaan dunia. Kita kembali mulai berbenah. Tidak ada kata terlambat untuk melakukan penyadaran-penyadaran kepada masyarakat akan begitu besarnya potensi umat Islam.
Waktu yg lalu di Papua, gereja-gereja satu suara. Para pendeta, pastor dan tokoh agama mereka tidak henti-hentinya berkhotbah untuk 'mensukseskan' Pemilu untuk memuluskan kemenangan para tokoh daerah dan tokoh nasional yg sejalan dengan misi mereka. Sahabat sudah tahu sendiri siapanya. Dan kini, mari perhatikan 'balasan' dari sang tokoh yg dimenangkan:
1. Pembebasan tahanan politik Papua yg berupaya menjadikan Papua terlepas dari Indonesia.
2. Memperpanjang kontrak PT. Freeport Indonesia.
3. Dalam tragedi Tolikara, Prseiden malah mengundang 'provokator'-nya ke Istana Negara. Hal yg kontra jika pelaku tragedi intoleran adalah Muslim.
4. Berdiam diri atas tanpa klarifikasi atas isu pernyataannya mendukung Referendum Papua.
5. Dan lain-lain hal sebagainya.
Sementara umat Islam dibuat berpecah. Nahdhatul Ulama, sebagai gerbong besar umat Islam Indonesia mulai disusupi dengan pemikiran Sekular, Liberal dan Syiah. Organisasi massa yg lainnya disibukkan dengan membela dalil hal-hal yg kecil. Sebagian lainnya sibuk menyalahkan dan mensesatkan. Dan hasilnya? Sekarang bisa kita lihat dan rasakan bersama.
Mereka terang-terangan berdoa 'meminta negara'. Sementara kita, umat Islam, jangan-jangan berdoa pun tidak. Sibuk berdoa masalah pribadi. Bahkan malah ada yg mengharamkan masuk negara, memisahkan politik dengan ibadah. Sibuk menjadi pribadi shalih dan lalu kemudian menyerahkan urusan kemaslahatan dan hajat hidup orang banyak dalam bingkai sebuah negara kepada mereka. Sungguh miris dan kontras bukan?
Ah... Jalan masih panjang. Perjuangan yg tak tahu kapan pangkal dan ujungnya tetap harus berjalan.
Bagi mereka yg merasa tersinggung dengan tulisan ini, silakan menikmati ketersinggungannya. Walau mungkin, saya berada di dalam lingkaran pemerintahan sekarang, saya tidak akan pernah diam melihat kemungkaran dan kezhaliman dijalankan. Saya tetap katakan kebenaran. Saya tetap mengatakan dan megingatkan bahwa '1+1 adalah 2'. Karena saya cinta Indonesia.
Selamat bangun tidur wahai raksasa peradaban... Selamat bangun tidur wahai umat Islam Indonesia...
#SelamatkanIndonesia
#LintasanPikiran
0 comments:
Post a Comment