Pertemuan Ketua dan Wakil Ketua DPR RI Setya Novanto dan Fadli Zon dengan bakal capres AS Donald Trump menuai kritik keras dari masyarakat bahkan sejumlah anggota dewan membawa persoalan ini ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Persoalan ini bisa selesai jika keduanya mau minta maaf secara terbuka ke publik.
"Yang namanya pejabat publik itu bisa saja dia melakukan kekeliruan, bisa saja melakukan kesalahan, dan mereka harus sensitif dengan perasaan publik. Kalau saya jadi Fadli Zon dan Setya Novanto ya saya meminta maaf kepada rakyat Indonesia dan kemudian menjelaskan sebaik-baiknya kepada MKD," kata pakar hukum tata negara Refly Harun kepada wartawan, Senin (7/9/2015).
Refly menilai semestinya pimpinan DPR yang menghadiri konferensi pers Donald Trump tidak perlu mencari pembenaran. "Tapi dengan gaya komunikasi berdebat menurut saya menunjukkan perilaku yang menurut saya kurang dewasa, apalagi mengajak debat berbagai pihak karena tidak produktif bagi pejabat publik," ujar Refly.
"Ini kan ruang etika, perasaan publik harus diperhatikan. Negara ini kan sedang krisis," kata Refly.
Pertemuan keduanya dengan Trump, menurut Refly, juga bukan hal penting. Karena Trump bukanlah pejabat publik di sana, tentu saja tak harus ditemui pejabat sekelas Ketua dan Wakil Ketua DPR RI.
"Ketika mereka datang dalam press conference Donald Trump itu bukan sebuah penghargaan saya lihat tapi semacam...hahaha....kita lihat Donald Trump kelihatan percaya diri, sementara pimpinan DPR dalam posisi seperti itu. Kita harus paham Ketua DPR posisinya sangat penting, Donald Trump memang terkenal tapi dia bukan siapa-siapa, kita harus menjaga diri harga martabat kita," katanya.
"Mestinya pimpinan DPR bertemu kolega yang sejawat misalnya ketua perlemen, senator atau wakilnya. Jadi menurut saya wajar saja dikritik karena kita jadi malu," pungkas Refly. (detik)
0 comments:
Post a Comment