Peggy Melati Sukma prihatin dan tergerak hatinya kala mendengar banyak sekolah di jalur Gaza, Palestina, hancur dan rusak akibat perang saudara. Bekas pemain sinetron yang sekarang giat menjalankan aktivitas sosialnya itu, kemudian 'bergerilya' dan mencari dana ke banyak pihak.
Dana dipakai Peggy untuk membangun kembali sekolah di sana. Salah satu sekolah yang bernama Sham Al Amal, bahkan sudah berdiri tegak di jalur Gaza. Peggy mengatakan, sekolah Sham Al Amal diperuntukkan bagi anak penyandang disabilitas di Gaza, Palestina.
"Alhamdulillah, akhirnya bisa meluncurkan sekolah Sham Al Alam untuk anak disabilitas," kata Peggy, saat peluncuran sekolah Sham Al Alam di Menara 165, TB Simatumpang, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu 20 September 2015.
Sekolah itu adalah satu-satunya sekolah disabilitas di Gaza. "Sekolah didirikan, agar mereka tak lagi belajar di tenda plastik. Kami sediakan tempat yang layak dengan kebutuhan memadai," lanjut Peggy.
Saat membangun sekolah itu, Peggy dibantu lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Tanpa lelah, mereka berkeliling di 144 kota di 14 negara menggalang bantuan bagi jalur Gaza.
Menurut Peggy, sejak setahun lalu, saat Israel membombardir jalur Gaza, bersama ACT, dirinya terus berkomunikasi intens dengan sukarelawan di sana. Peggy mengakui, bekerja di tempat konflik itu tidak mudah. Akses masuk juga cukup susah dilalui.
Peggy bekerja sama dengan mitra terpercaya melalui uji coba dan terseleksi. Saat itu, Peggy sempat coba teleconference bersama rekan-rekan di Gaza menggunakan Skype. Meski koneksinya tersendat, tampak wajah bahagia anak-anak di sana menyambut sekolah baru. Peggy, bahkan menangis melihat anak-anak itu.
Hujan bom yang dijatuhkan zionis Israel pada pertengahan 2014, meluluhlantakkan beberapa tempat, salah satunya sekolah Sham Al Amal. Setelah berkenalan dengan Dr. Bassel Abuwarda, warga Gaza yang kini menjadi mitranya, Peggy semangat membangun kembali sekolah tersebut.
Sekolah Sham Al Alam dibangun di atas tanah seluas 578 meter persegi di kawasan Zeitoun. Sekolah ini terdiri dari 10 kelas berukuran 4,5 meter x 5 meter dan bisa menampung sekitar 150 hingga 200 anak. Sekolah ini juga menjadi satu-satunya tempat dengan fasilitas solar pannel system. (asp/viva)
Dana dipakai Peggy untuk membangun kembali sekolah di sana. Salah satu sekolah yang bernama Sham Al Amal, bahkan sudah berdiri tegak di jalur Gaza. Peggy mengatakan, sekolah Sham Al Amal diperuntukkan bagi anak penyandang disabilitas di Gaza, Palestina.
"Alhamdulillah, akhirnya bisa meluncurkan sekolah Sham Al Alam untuk anak disabilitas," kata Peggy, saat peluncuran sekolah Sham Al Alam di Menara 165, TB Simatumpang, Cilandak, Jakarta Selatan, Minggu 20 September 2015.
Sekolah itu adalah satu-satunya sekolah disabilitas di Gaza. "Sekolah didirikan, agar mereka tak lagi belajar di tenda plastik. Kami sediakan tempat yang layak dengan kebutuhan memadai," lanjut Peggy.
Saat membangun sekolah itu, Peggy dibantu lembaga kemanusiaan Aksi Cepat Tanggap (ACT). Tanpa lelah, mereka berkeliling di 144 kota di 14 negara menggalang bantuan bagi jalur Gaza.
Menurut Peggy, sejak setahun lalu, saat Israel membombardir jalur Gaza, bersama ACT, dirinya terus berkomunikasi intens dengan sukarelawan di sana. Peggy mengakui, bekerja di tempat konflik itu tidak mudah. Akses masuk juga cukup susah dilalui.
Peggy bekerja sama dengan mitra terpercaya melalui uji coba dan terseleksi. Saat itu, Peggy sempat coba teleconference bersama rekan-rekan di Gaza menggunakan Skype. Meski koneksinya tersendat, tampak wajah bahagia anak-anak di sana menyambut sekolah baru. Peggy, bahkan menangis melihat anak-anak itu.
Hujan bom yang dijatuhkan zionis Israel pada pertengahan 2014, meluluhlantakkan beberapa tempat, salah satunya sekolah Sham Al Amal. Setelah berkenalan dengan Dr. Bassel Abuwarda, warga Gaza yang kini menjadi mitranya, Peggy semangat membangun kembali sekolah tersebut.
Sekolah Sham Al Alam dibangun di atas tanah seluas 578 meter persegi di kawasan Zeitoun. Sekolah ini terdiri dari 10 kelas berukuran 4,5 meter x 5 meter dan bisa menampung sekitar 150 hingga 200 anak. Sekolah ini juga menjadi satu-satunya tempat dengan fasilitas solar pannel system. (asp/viva)
0 comments:
Post a Comment