Munculnya pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP yang baru membuat heboh. Kritik, protes serta kecaman yang mengarah kepada Presiden Jokowi tak bisa di bendung. Meski begitu, Presiden dengan nama asli Joko Widodo ini punya argumentasi terkait masalah tersebut. Tapi, dalam menyampaikan argumentasinya, Jokowi tampaknya tidak paham apa itu yang dimaksud simbol negara.
Dilansir Detikcom, Jum'at (7/8/2015), Jokowi dalam pertemuan dengan wartawan di Istana Bogor, Kamis (6/8) kemarin menyatakan presiden adalah bagian dari simbol negara. Hal ini mendasarkan pada banyak negara yang menempatkan presiden sebagai simbol negara. Jokowi tidak merinci negara mana yang dimaksud.
"Kalau kita lihat di negara lain, itu sebagai symbol of state. Itu ada semuanya. Tapi kalau di sini memang pinginnya tidak, ya terserah. Itu kan nanti di wakil-wakil rakyat itu. Tapi sekali lagi ini kan rancangan. Dan itu juga pemerintah yang lalu juga mengusulkan itu dan ini dilanjutkan lagi, dimasukkan lagi," jelas Jokowi.
Ternyata, bukan cuma Jokowi saja yang menyatakan presiden adalah simbol negara. Politisi PDI Perjuangan (PDIP) pun yang diketahui ngotot minta pasal penghinaan presiden dihidupkan lagi menyatakan hal yang sama.
Ya, Politikus PDIP, Henry Yosodiningrat menyebutkan presiden itu merupakan simbol negara dan perlu dikhawatirkan juga bila ada orang asing yang mencaci maki presiden atau adanya pemberitaan media asing yang sifatnya memfitnah, melakukan pencemaran nama baik, tidak mungkin didiamkan. Makanya, perlu ada payung hukum untuk menuntut mereka.
“Sekarang presiden itu sebagai simbol, misalnya ada orang asing mencaci maki presiden kita atau pers asing yang sifatnya itu fitnah penghinaan pencemaran nama baik lalu dengan apa kita nuntutnya,” ujarnya, seperti dilansir laman Okezone, Sabtu (8/8/2015).
Mengacu kepada UUD 1945 sangat jelas mengatur mana yang disebut simbol negara. Hal ini yang ditegaskan oleh ahli hukum tata negara Dr Irman Putra Sidin bahwa Presiden bukanlah simbol negara Indonesia.
"Bukan, presiden bukan dari simbol negara," kata ahli hukum tata negara Dr Irmanputra Sidin saat berbincang dengan detikcom, Jum'at (7/8/2015).
Irman merujuk kepada BAB XV UUD 1945, di mana pasal 35 sampai 36B menyebutkan, bendera negara Indonesia ialah Sang Merah Putih, bahasa negara ialah Bahasa Indonesia, lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dan lagu kebangsaan ialah Indonesia Raya. Simbol negara itu diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaaan.
Tidak disebutkan dalam konstitusi tersebut jika presiden atau wakil presiden adalah bagian dari simbol negara.
"Simbol negara itu bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaaan," ujar Irman.
Dalam pertimbangan UU Nomor 24/2009 dinyatakan bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Tujuan UU ini adalah untuk menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan NKRI. Karena sebagai simbol, maka pidana yang diterapkan adalah delik biasa, bukan delik aduan. Aparat yang melihat penyalahgunaan simbol-simbol negara tersebut bisa langsung ditindak.
"Kalau presiden, wapres bisa berganti. Tapi bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaaan tidak akan pernah berganti," pungkas Irman.
Kembali kepada pernyataan Presiden Jokowi dan politisi PDI-P Henry Yosodiningrat yang sebut presiden adalah simbol negara. Kira-kira sumbernya dari mana ya?
[sal/pekanews]
Dilansir Detikcom, Jum'at (7/8/2015), Jokowi dalam pertemuan dengan wartawan di Istana Bogor, Kamis (6/8) kemarin menyatakan presiden adalah bagian dari simbol negara. Hal ini mendasarkan pada banyak negara yang menempatkan presiden sebagai simbol negara. Jokowi tidak merinci negara mana yang dimaksud.
"Kalau kita lihat di negara lain, itu sebagai symbol of state. Itu ada semuanya. Tapi kalau di sini memang pinginnya tidak, ya terserah. Itu kan nanti di wakil-wakil rakyat itu. Tapi sekali lagi ini kan rancangan. Dan itu juga pemerintah yang lalu juga mengusulkan itu dan ini dilanjutkan lagi, dimasukkan lagi," jelas Jokowi.
Ternyata, bukan cuma Jokowi saja yang menyatakan presiden adalah simbol negara. Politisi PDI Perjuangan (PDIP) pun yang diketahui ngotot minta pasal penghinaan presiden dihidupkan lagi menyatakan hal yang sama.
Ya, Politikus PDIP, Henry Yosodiningrat menyebutkan presiden itu merupakan simbol negara dan perlu dikhawatirkan juga bila ada orang asing yang mencaci maki presiden atau adanya pemberitaan media asing yang sifatnya memfitnah, melakukan pencemaran nama baik, tidak mungkin didiamkan. Makanya, perlu ada payung hukum untuk menuntut mereka.
“Sekarang presiden itu sebagai simbol, misalnya ada orang asing mencaci maki presiden kita atau pers asing yang sifatnya itu fitnah penghinaan pencemaran nama baik lalu dengan apa kita nuntutnya,” ujarnya, seperti dilansir laman Okezone, Sabtu (8/8/2015).
Mengacu kepada UUD 1945 sangat jelas mengatur mana yang disebut simbol negara. Hal ini yang ditegaskan oleh ahli hukum tata negara Dr Irman Putra Sidin bahwa Presiden bukanlah simbol negara Indonesia.
"Bukan, presiden bukan dari simbol negara," kata ahli hukum tata negara Dr Irmanputra Sidin saat berbincang dengan detikcom, Jum'at (7/8/2015).
Irman merujuk kepada BAB XV UUD 1945, di mana pasal 35 sampai 36B menyebutkan, bendera negara Indonesia ialah Sang Merah Putih, bahasa negara ialah Bahasa Indonesia, lambang negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, dan lagu kebangsaan ialah Indonesia Raya. Simbol negara itu diatur lebih lanjut dalam UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaaan.
Tidak disebutkan dalam konstitusi tersebut jika presiden atau wakil presiden adalah bagian dari simbol negara.
"Simbol negara itu bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaaan," ujar Irman.
Dalam pertimbangan UU Nomor 24/2009 dinyatakan bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. Tujuan UU ini adalah untuk menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan NKRI. Karena sebagai simbol, maka pidana yang diterapkan adalah delik biasa, bukan delik aduan. Aparat yang melihat penyalahgunaan simbol-simbol negara tersebut bisa langsung ditindak.
"Kalau presiden, wapres bisa berganti. Tapi bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaaan tidak akan pernah berganti," pungkas Irman.
Kembali kepada pernyataan Presiden Jokowi dan politisi PDI-P Henry Yosodiningrat yang sebut presiden adalah simbol negara. Kira-kira sumbernya dari mana ya?
[sal/pekanews]
0 comments:
Post a Comment