Wakil Ketua Komisi VI DPR, Heri Gunawan menilai pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di depan sidang bersama DPR dan DPD. Menurutnya, meski pidato beberapa kali mendapat aplaus, namun ada hal paradoks dibandingkan kenyataan di lapangan.
"Tidak ada yang spesial dari pidato presiden. Justru banyak yang paradoks. Lebih banyak karya kata dibanding karya nyata,” kata Heri saat diteui di gedung DPR, Jumat (14/8).
Ia lantas mencontohkan pidato Jokowi tentang pentingnya kekompakan lembaga-lembaga negara untuk mewujudkan Trisakti. “Sayangnya, di saat yang sama justru masih ada saja pola komunikasi dan koordinasi yang kurang efektif," ulasnya.
Heri menambahkan, Jokowi dalam pidatonya juga mengumbar janji tentang upaya mewujudkan UUD 1945. Hanya saja, faktanya justru pemerintah gagal menyediakan lapangan pekerjaan bagi warganya.
“Bahkan secara terang-terangan membuka keran lebar-lebar bagi masuknya tenaga kerja asing yang menggerus kesempatan kerja warga lokal,” tuturnya.
Begitu juga dengan pidato Jokowi soal kemandirian ekonomi. Fakta yang ada, kata Heri, pemerintah justru menggantungkan kelangsungan ekonomi nasional kepada asing melalui utang luar negeri yang terus menumpuk. Bahkan rasio utang (debt ratio) Indonesia saat ini sudah di atas 50 persen.
“Itu berbahaya dan mengancam kedaulatan fiskal kita. Lebih dari setengah penerimaan ekspor hanya habis untuk bayar utang luar negeri," ulas politikus Gerindra itu.
Apalagi ketika Jokowi bicara soal janji-janji kemerdekaan 17 Agustus 1945, sambung Heri, kenyataan justru menunjukkan pada saat bersamaan pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) menjelang hari kemerdekaan.
Hal yang juga dikritisi Heri adalah revolusi mental yang digembar-gemborkan Jokowi. Sebab, sampai saat ini hasilnya tak terlihat.
Bahkan yang terlihat justru masih ada saja lingkaran birokrat yang terlibat dalam inefisiensi seperti yang terjadi pada kasus dwelling time yang diduga melibatkan 18 kementerian dan lembaga. "Karena itu, ke depan, saya berharap presiden bisa mewujudkan janji-janjinya secara konsisten dan konsekwen. Satunya kata dengan perbuatan. Berkarya nyata dan tidak berkarya kata," pungkasnya.(fat/jpnn)
"Tidak ada yang spesial dari pidato presiden. Justru banyak yang paradoks. Lebih banyak karya kata dibanding karya nyata,” kata Heri saat diteui di gedung DPR, Jumat (14/8).
Ia lantas mencontohkan pidato Jokowi tentang pentingnya kekompakan lembaga-lembaga negara untuk mewujudkan Trisakti. “Sayangnya, di saat yang sama justru masih ada saja pola komunikasi dan koordinasi yang kurang efektif," ulasnya.
Heri menambahkan, Jokowi dalam pidatonya juga mengumbar janji tentang upaya mewujudkan UUD 1945. Hanya saja, faktanya justru pemerintah gagal menyediakan lapangan pekerjaan bagi warganya.
“Bahkan secara terang-terangan membuka keran lebar-lebar bagi masuknya tenaga kerja asing yang menggerus kesempatan kerja warga lokal,” tuturnya.
Begitu juga dengan pidato Jokowi soal kemandirian ekonomi. Fakta yang ada, kata Heri, pemerintah justru menggantungkan kelangsungan ekonomi nasional kepada asing melalui utang luar negeri yang terus menumpuk. Bahkan rasio utang (debt ratio) Indonesia saat ini sudah di atas 50 persen.
“Itu berbahaya dan mengancam kedaulatan fiskal kita. Lebih dari setengah penerimaan ekspor hanya habis untuk bayar utang luar negeri," ulas politikus Gerindra itu.
Apalagi ketika Jokowi bicara soal janji-janji kemerdekaan 17 Agustus 1945, sambung Heri, kenyataan justru menunjukkan pada saat bersamaan pemerintah akan menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif dasar listrik (TDL) menjelang hari kemerdekaan.
Hal yang juga dikritisi Heri adalah revolusi mental yang digembar-gemborkan Jokowi. Sebab, sampai saat ini hasilnya tak terlihat.
Bahkan yang terlihat justru masih ada saja lingkaran birokrat yang terlibat dalam inefisiensi seperti yang terjadi pada kasus dwelling time yang diduga melibatkan 18 kementerian dan lembaga. "Karena itu, ke depan, saya berharap presiden bisa mewujudkan janji-janjinya secara konsisten dan konsekwen. Satunya kata dengan perbuatan. Berkarya nyata dan tidak berkarya kata," pungkasnya.(fat/jpnn)
0 comments:
Post a Comment