Arsilan masih terlihat gagah di usianya yang telah senja. Ia tampak memakai topi baret merah dengan baju tentara loreng dengan tulisan Markas Besar Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia (Mabes PKRI). Kakek yang lahir tahun 1924 ini menempati rumah kecil berkuran 2X3 meter yang dibangun di trotoar pagar kawasan taman tugu proklamasi.
Arsilan merupakan tukang kebun Bung Karno. Ia seorang saksi mata proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Di sisa-sisa ingatannya, bapak empat ini menceritakan kenangannya terkait hari proklamasi Indonesia itu.
Pembacaan proklamasi itu dilakukan di depan rumah Bung Karno yang kini menjadi area tugu proklamasi. Saat itu, belum ada tiang bendera dari besi. Tiang yang dijadikan untuk pengibaran bendera terbuat dari bambu, disiapkan satu hari sebelumnya atau 16 Agustus 1945.
“Tiangnya dari bambu, orang tua saya yang beli di Manggarai. Bung Karno yang nyuruh tiangnya ditanam di sini (posisi tiang bendera),” katanya saat berbincang di depan kediamannya
Pria asal serang ini menceritakan, sekitar seribuan warga yang hadir pada saat itu. Arsilan sendiri berdiri dengan jarak sekitar 10 meter dari posisi berdiri Bung Karno. Banyak pejuang yang menangis. Sementara rakyat juga banyak yang masih merasa takut.
“Ucapan bung Karno waktu membacakan, bapak mendengar dan melihat. Banyak yang nangis, ingat kesusahan waktu zaman Belanda, ingat banyak yang mati, pakaian dari karung, susah makan,” katanya. “Setelah Bung Karno bilang merdeka, semua teriak merdeka. Rakyat kan masih takut, baru ditinggal penjajah.”
Pria asal Serang, Banten ini juga masih ingat saat dia melihat Ibu Fatmawati menjahit bendera sangsaka merah putih. Saat itu, Fatmawati tengah berbadan dua atau hamil. Ia menjahit di teras rumah.
“Di teras rumah, jahitnya, lagi hamil. Saya lihat menjahitnya saya lihat,” katanya.
Di pagi 17 agustus tahun 2014, Arsilan melaksanakan upacara bendera di tugu proklamasi sekitar pukul 08.00 WIB. Saat ditanya bagaimana perbandingan dengan nuansa upacara 17 Agustus saat ini, ia menyebut bahwa upacara bendera kini hanya tiruan saja.
“Sekarang cuma tiruan,” ujarnya, seperti dikutip dari laman detik.com
Arsilan merupakan tukang kebun Bung Karno. Ia seorang saksi mata proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Di sisa-sisa ingatannya, bapak empat ini menceritakan kenangannya terkait hari proklamasi Indonesia itu.
Pembacaan proklamasi itu dilakukan di depan rumah Bung Karno yang kini menjadi area tugu proklamasi. Saat itu, belum ada tiang bendera dari besi. Tiang yang dijadikan untuk pengibaran bendera terbuat dari bambu, disiapkan satu hari sebelumnya atau 16 Agustus 1945.
“Tiangnya dari bambu, orang tua saya yang beli di Manggarai. Bung Karno yang nyuruh tiangnya ditanam di sini (posisi tiang bendera),” katanya saat berbincang di depan kediamannya
Pria asal serang ini menceritakan, sekitar seribuan warga yang hadir pada saat itu. Arsilan sendiri berdiri dengan jarak sekitar 10 meter dari posisi berdiri Bung Karno. Banyak pejuang yang menangis. Sementara rakyat juga banyak yang masih merasa takut.
“Ucapan bung Karno waktu membacakan, bapak mendengar dan melihat. Banyak yang nangis, ingat kesusahan waktu zaman Belanda, ingat banyak yang mati, pakaian dari karung, susah makan,” katanya. “Setelah Bung Karno bilang merdeka, semua teriak merdeka. Rakyat kan masih takut, baru ditinggal penjajah.”
Pria asal Serang, Banten ini juga masih ingat saat dia melihat Ibu Fatmawati menjahit bendera sangsaka merah putih. Saat itu, Fatmawati tengah berbadan dua atau hamil. Ia menjahit di teras rumah.
“Di teras rumah, jahitnya, lagi hamil. Saya lihat menjahitnya saya lihat,” katanya.
Di pagi 17 agustus tahun 2014, Arsilan melaksanakan upacara bendera di tugu proklamasi sekitar pukul 08.00 WIB. Saat ditanya bagaimana perbandingan dengan nuansa upacara 17 Agustus saat ini, ia menyebut bahwa upacara bendera kini hanya tiruan saja.
“Sekarang cuma tiruan,” ujarnya, seperti dikutip dari laman detik.com
0 comments:
Post a Comment