Heri Akhmad Ripai (55) rela melakukan segala cara demi buah hatinya. Heri berniat menjual ginjal untuk membiayai kuliah sang anak.
Dengan bermodalkan kertas karton besar bertuliskan 'Saya Mau Jual Ginjal Untuk Biaya Putri Saya', Heri berkeliling di sekitar Bundaran HI.
"Bukan apa-apa saya kesini, menjual ginjal saya demi anak tetap kuliah, karena kan di bundaran HI itu pusat perhatian orang-orang," ujar Heri saat ditemui detikcom, Jumat (31/7/2015).
Heri bercerita, niatnya menjual ginjalnya karena keterbatasan ekonomi untuk membiayai keperluan anak keduanya Dindi Intan Pertiwi yang tengah kuliah sarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, jurusan Administrasi Publik di Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto.
"Karena anak saya kuliah di Unsoed mau masuk semester 5. Terakhir, Karena batas akhirnya sampai tanggal 6 Agustus,takutnya Dindi di-DO, jadi kalau dipikir cuma ini satu-satunya cara yang terpikirkan oleh saya," paparnya.
Sebelum melakukan aksinya di Jakarta, Heri sempat melakukan hal serupa di Bandung pada tahun 2014. Di sana ia bertemu seorang pasien yang mengalami gagal ginjal, tapi karena terkendala biaya pasien tersebut mengurungkan niatnya.
"Sebelumnya 1 tahun yang lalu saya sudah sempat tawarkan ginjal saya ke orang di Bandung dia gagal ginjal, cuma dia menolak karena kalau harga pasaran ginjal di Bandung sekitar Rp 500 juta, dan transpalansinya Rp 500 juta jadi total Rp 1 miliar, dia tidak sanggup," tuturnya.
"Ini juga baru ada uang buat kesini. Tadi malam berangkat dari Singaparna sekitar pukul 23.00 WIB hari kamis, sampai di Terminal Kampung Rambutan jam 05.00 WIB. Trus saya naik bis ke sini Bundaren HI jam 06.30 WIB, itu juga uang tinggal Rp 9.000," paparnya.
"Umur saya sudah 55 tahun, buat saya 5 detik, 5 menit, 5 jam, bulan, tahun sudah bukan apa-apa buat saya, hanya ini harta yang saya punya untuk bisa menyambung sekolah anak saya," imbuhnya dengan sedih.
Heri datang ke Bundaran HI Jakarta dari rumahnya di Kampung Mekasari RT 01/02 Desa Singasari, Kecamatan Siparna, Kabupaten Tasikmalaya. Untuk mendapatkan perhatian orang banyak. "Jakarta kan pusatnya perhatian, tidak seperti di Tasik," ujar dia.
Namun sayang hingga malam ini belum ada hasil yang didapat Heri. "Nggak ada yang peduli, hanya lihat tanya saja ngga, paling cuma satu orang doang berhenti moto, trus jalan lagi," katanya.
(fdn/fdn/detik)
0 comments:
Post a Comment