728x90 AdSpace

  • Latest News

    Wednesday, August 26, 2015

    Fahri Hamzah: Menyikapi Rohingya

    Oleh: Fahri Hamzah - Wakil Ketua DPR RI

    Merespons Rohingya, sikap negara tidak jelas saat sikap masyarakat sangat jelas. Indonesia mengalami degradasi cara meletakkan diri dalam pergaulan internasional.

    Para pendiri Indonesia sadar betul pentingnya terlibat aktif dalam dinamika Internasional. Ini mengacu UUD ‘45 diantaranya “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia, yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.” Sejak awal founding fathers kita sadar untuk ikut dalam perdamaian dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

    Soekarno, presiden pertama RI menjadi presiden legendaris dan mendunia karena dunia mengingat betul bagaimana Soekarno terlibat dalam percaturan global. Sepertinya makin ke sini, sikap negara terhadap pergaulan global makin menciut bahkan seakan-akan mengisolasi diri dari pergaulan internasional. Malah, kekanak-kanakan saat menganggap seolah-olah pergaulan internasional tidak penting.

    Akibatnya, nama Indonesia hilang dari pentas dunia sebagai negara demokrasi besar ketiga di dunia dan negara muslim terbesar di dunia. Indonesia tidak dianggap! Kita menderita kerugian luar biasa sampai hari ini tak hanya dalam ekonomi, dalam politik pun tidak dianggap.

    Qatar, negara Teluk dengan penduduk asli cuma 200-an ribu jiwa, bisa sangat populer berkat keterlibatannya dalam percaturan politik di dunia. Ini membangun wibawa masyarakatnya. Indonesia? Malah seakan “mengisolasi diri”.

    Bahkan saya sebagai pembuat UU, anggota DPR dan sekarang menjadi pimpinan DPR, menyaksikan hari-hari ketidakmauan dari para pejabat kita untuk punya masalah dengan luar negeri. Politik bebas aktif yang kita warisi berubah menjadi tidak bebas dan tidak aktif. Gerakan Non Blok inisiasi Bung Karno, malah menjadi tidak bergaul. Itulah pola pikir pejabat kita saat ini.

    Orang-orang Arab tak hirau pada Indonesia, tidak menjadikan Indonesia tujuan pembangunan kapital, meski dari sisi ekonomi tak sebanding dengan Singapura dan Malaysia. Kita besar tapi diabaikan karena tidak pernah mau bergaul.

    Dalam konteks Rohingya, saya ingatkan pihak imigrasi, krisis kemanusiaan harus ditanggapi. Bukankah tanah kita amat luas, kita punya 17 ribu pulau? Ironis, saat saya mencoba mencantumkan kata “pencari suaka” saja di dalam rancangan UU, ditentang banyak pihak terutama Kementrian Luar Negeri.

    Mereka mengatakan, itu hanya “kepentingan internasional”. DPR sekarang sedang bekerja keras menarik kembali negara kita dalam nafas pembukaan UUD 1945. Dengan UU MD3 yang baru yang mencantumkan fungsi diplomasi DPR, kita ingin perkuat peran Indonesia untuk ikut serta dalam perdamaian dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

    Saatnya kita kirim kabar ke dunia, Indonesia adalah negara di atas negara, bahkan di atas simbol-simbol lainnya. Kita pelayan kemanusiaan global yang siap mengatasi problem kemanusiaan dunia. Sikap Ini kita yakini sebagai pintu rezeki kita, bukan malah berpikir “Kita akan susah kalau mengurusi pengungsi kita malah susah”.

    Kalau manusia adalah ciptaan Allah yang terbaik, pasti mereka bukan beban. Justru mereka baik bagi kita, baik bagi peradaban kita, baik bagi kebudayaan kita. Dengan mindset seperti ini, barulah Indonesia bisa tampil sebagai pemain global.

    Saya amat mengapresiasi langkah Komite Kemanusiaan untuk Solidaritas Rohingya (KNSR) dan lembaga kemanusiaan sejenis. Ini karena teman-teman pegiat kemanusiaan dari elemen masyarakat sipil telah mengembalikan jati diri bangsa ini, terutama sebagai bangsa dengan muslim terbesar. Mereka telah berani menyeret, menggerakkan banyak pihak untuk terlibat.

    Ini saatnya kita harus membantu mengadvokasi melalui pembuatan regulasi dan institusinya agar resmilah Indonesia melindungi gerakan sosial penolong masyarakat yang mengalami problem kemanusiaan global. Menghadapi krisis global sekarang ini, seharusnya bangsa Indonesialah yang bisa menanganinya. Jika Indonesia ingin memimpin bangsa-bangsa di dunia, meraih suara dominan di Perserikatan Bangsa-Bangsa, atau punya pengaruh lebih luas, tentu peran-peran kemanusiaan global harus digiatkan.

    Saatnya kita mengadvokasi peraturan-peraturan yang mendukung rakyat dan bangsa Indonesia bisa menyebar ke seluruh dunia sebagai tenaga-tenaga kemanusiaan.

    Jika itu terjadi dan dicanangkan oleh generasi ini, insya Allah kelak anak-cucu kita melihat Indonesia menjadi bangsa yang dicintai bangsa-bangsa lain, karena agama, karena kemanusiaan, dan keterlibatan mereka membantu kemanusiaan. Tunjukkan kepada dunia cara terbaik menangani problem kemanusiaan global secara jujur dan sejati, tanpa kepentingan apapun di baliknya. (ROL)

    • Visitor Comments
    • Facebook Comments

    0 comments:

    Post a Comment

    Item Reviewed: Fahri Hamzah: Menyikapi Rohingya Rating: 5 Reviewed By: Apri
    Scroll to Top