Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa tata ruang di DKI Jakarta sudah tidak sesuai dengan perencanaan yang ada. Dirinya mengakui bahwa banyak persoalan yang masuk ke YLKI perihal masalah tagihan pajak.
"Kebijakan pajak tanah di Jakarta ini memihak pada pemilik modal saja. Banyak pemilik tanah yang mengeluh tingginya harga pajak. Makanya saya berani katakan tidak ada tata ruang yang ada hanya tata uang," ujar Tulus saat diskusi permasalahan tanah di Cikini, Jakarta, Minggu (9/8/2015)
Menurutnya, tingginya harga pajak bumi dan bangunan di DKI Jakarta memberikan peluang kepada pemodal untuk meminggirkan keberadaan masyarakat yang tidak mampu. Tulus juga mengatakan banyak wilayah di Jakarta yang sudah dialihfungsikan.
"Di Kemang itu, harusnya jadi zona pemukiman, tapi saat ini jadi wilayah bisnis. TB Simatupang juga begitu, harusnya jadi zona hijau, saat ini jadi seperti Thamrin dan Sudirman," tambahnya.
Selain itu, menurut Tulus, praktik mafia tanah masih terus berlangsung hingga hari ini. Ia mencontohkan saat pembangunan berbagai apartemen yang berada di Jakarta, pemilik tanah harus menjual kepada pengembang sehingga harga tanah sudah tidak bisa ditawar kembali.
"Saat pembangunan apartemen, pengembang pasti memborong dengan harga yang sudah ditetapkan. Kalau tidak terima, biasanya ada permainan lain yang diusahakan oleh pengembang," kata Tulus. (sumber)
"Kebijakan pajak tanah di Jakarta ini memihak pada pemilik modal saja. Banyak pemilik tanah yang mengeluh tingginya harga pajak. Makanya saya berani katakan tidak ada tata ruang yang ada hanya tata uang," ujar Tulus saat diskusi permasalahan tanah di Cikini, Jakarta, Minggu (9/8/2015)
Menurutnya, tingginya harga pajak bumi dan bangunan di DKI Jakarta memberikan peluang kepada pemodal untuk meminggirkan keberadaan masyarakat yang tidak mampu. Tulus juga mengatakan banyak wilayah di Jakarta yang sudah dialihfungsikan.
"Di Kemang itu, harusnya jadi zona pemukiman, tapi saat ini jadi wilayah bisnis. TB Simatupang juga begitu, harusnya jadi zona hijau, saat ini jadi seperti Thamrin dan Sudirman," tambahnya.
Selain itu, menurut Tulus, praktik mafia tanah masih terus berlangsung hingga hari ini. Ia mencontohkan saat pembangunan berbagai apartemen yang berada di Jakarta, pemilik tanah harus menjual kepada pengembang sehingga harga tanah sudah tidak bisa ditawar kembali.
"Saat pembangunan apartemen, pengembang pasti memborong dengan harga yang sudah ditetapkan. Kalau tidak terima, biasanya ada permainan lain yang diusahakan oleh pengembang," kata Tulus. (sumber)
0 comments:
Post a Comment